Sertifikasi halal merupakan proses penting bagi pelaku usaha yang ingin memastikan produk mereka memenuhi standar kehalalan sesuai dengan hukum Islam.
Sertifikasi halal adalah proses penilaian dan pengakuan terhadap suatu produk atau jasa yang memenuhi syarat-syarat kehalalan sesuai dengan ketentuan agama Islam.
Dengan adanya sertifikasi halal, maka terpenuhi persyaratan penting bagi produk makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, dan produk lainnya yang dikonsumsi atau digunakan oleh umat muslim.
Sertifikasi ini menjamin bahwa produk tersebut memenuhi standar kehalalan yang ditetapkan oleh syariat Islam.
Baca Juga: 8 Langkah dan Syarat Pendirian Perkumpulan di Indonesia
Alur Sertifikasi Halal di Indonesia
Alur proses sertifikasi halal dilakukan oleh lembaga yang kompeten dan diakui oleh pemerintah, seperti, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Di dalam alur proses ini, terdapat beberapa langkah yang harus dilalui oleh pemohon.
Berikut adalah 5 tahapan alur proses sertifikasi halal di Indonesia :
- Pengajuan Permohonan
Pelaku usaha harus mengajukan permohonan sertifikasi halal melalui sistem online yang disediakan oleh BPJPH, yaitu PTSP Halal. Pada tahap ini, pemohon perlu melengkapi dokumen yang diperlukan, termasuk:
- Data pelaku usaha
- Nama dan jenis produk
- Daftar bahan yang digunakan
- Dokumen sistem Jaminan Produk Halal (SJH)
- Pemeriksaan Dokumen
Setelah pengajuan, BPJPH akan memeriksa kelengkapan dokumen dalam waktu 2 hari kerja. Jika semua dokumen lengkap, BPJPH akan menetapkan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk melakukan audit lebih lanjut.
- Proses Pemeriksaan oleh LPH
LPH akan melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk dalam waktu 15 hari kerja. Proses ini mencakup audit terhadap fasilitas produksi dan bahan yang digunakan.
- Sidang Fatwa Halal oleh MUI
Setelah pemeriksaan selesai, hasilnya akan disampaikan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk ditetapkan melalui sidang fatwa halal. Proses ini memerlukan waktu sekitar 3 hari kerja.
- Penerbitan Sertifikat Halal
Setelah MUI memberikan fatwa halal, BPJPH akan menerbitkan sertifikat halal dalam waktu 1 hari kerja. Sertifikat ini dapat diunduh oleh pelaku usaha melalui aplikasi PTSP Halal.
Baca Juga: Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Pajak Vs Perusahaan
Cara Mendaftar di PTSP Halal
Untuk mendaftar di PTSP Halal, Anda perlu mengikuti langkah-langkah berikut:
- Persiapan Akun
Kunjungi situs resmi PTSP Halal di [ptsp.halal.go.id](https://ptsp.halal.go.id). Lalu pilih opsi “create an account” untuk membuat akun Anda. Saat membuat akun, pilih jenis pengguna sebagai “Pelaku Usaha”. Masukkan nama, email, dan password yang diinginkan.
- Menyiapkan persyaratan dokumen
Sebelum mendaftar, pastikan Anda telah menyiapkan persyaratan dokumen berikut ini:
- Surat Permohonan dan Formulir Pendaftaran (unduh dari situs).
- NIB (Nomor Induk Berusaha) dan NPWP atau dokumen izin lainnya dalam format PDF.
- Dokumen Penyelia Halal: SK/Surat Penunjukan Penyelia Halal, KTP, CV, dan Sertifikat Pelatihan Penyelia Halal.
- Daftar Nama Produk beserta bahan/menu/barang dalam bentuk matriks.
- Dokumen Proses Pengolahan produk dalam bentuk flowchart atau diagram alur.
- Manual Sistem Jaminan Halal (SJH).
- Dokumen pendukung lainnya sesuai kebutuhan.
- Pengajuan Permohonan
Setelah akun dibuat dan dokumen disiapkan, selanjutnya masuk ke akun Anda dan lakukan pengajuan sertifikasi halal dengan memilih jenis pendaftaran (reguler atau self declare). Lalu lengkapi data permohonan bersama pendamping PPH jika diperlukan. Kirimkan permohonan dan tunggu verifikasi dari BPJPH.
- Proses Verifikasi dan Validasi
BPJPH akan memeriksa kelengkapan dokumen yang diajukan. Jika semua sesuai, mereka akan menerbitkan Surat Tanda Terima Dokumen (STTD). Selanjutnya, produk Anda akan diperiksa oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk mendapatkan fatwa halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
- Penerbitan Sertifikat Halal
Setelah proses verifikasi selesai dan fatwa halal diterbitkan, Anda dapat mengunduh sertifikat halal melalui aplikasi PTSP Halal.
Baca Juga: Bagaimana Cara Cepat Mendirikan PT di Indonesia?
Siapa Saja yang Boleh Menjadi Pemohon Sertifikasi Halal?
Pemohon sertifikasi halal di Indonesia dapat terdiri dari berbagai jenis pelaku usaha, baik yang tergolong dalam kategori mikro, kecil, menengah, maupun besar. Berikut adalah rincian mengenai siapa saja yang boleh menjadi pemohon sertifikasi halal:
- Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK)
Pelaku UMKM bisa menjadi pemohon sertifikasi halal. Kriteria pemohon UMKM adalah :
- Memiliki omzet tahunan maksimal Rp 500 juta.
- Harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).
- Produk yang diajukan harus tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya.
- Proses produksi harus sederhana dan terpisah dari produk tidak halal.
- Harus memiliki lokasi dan fasilitas produksi yang sesuai dengan standar halal.
Mekanisme untuk UMK adalah dengan mendaftar melalui program sertifikasi halal gratis (SEHATI) dengan mekanisme self declare, di mana mereka menyatakan kehalalan produk mereka dan diverifikasi oleh pendamping yang telah dilatih.
- Pelaku Usaha Menengah dan Besar
Kriteria pelaku usaha menengah dan besar dimaksud adalah:
- Tidak ada batasan omzet, tetapi harus memenuhi semua persyaratan dokumen dan prosedur yang ditetapkan oleh BPJPH.
- Harus melengkapi dokumen seperti Surat Permohonan Sertifikasi Halal, dokumen penyelia halal, daftar produk dan bahan yang digunakan, serta sistem jaminan produk halal.
Mekanisme untuk pelaku usaha menengah dan besar adalah, biasanya mengikuti mekanisme reguler, dimana mereka perlu melalui proses audit dan pengujian oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sebelum mendapatkan sertifikat halal.
- Jenis Produk
Permohonan sertifikasi halal juga bisa melalui kriteria produk, yakni meliputi makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, dan barang guna lainnya. Produk tersebut harus memenuhi kriteria kehalalan yang ditetapkan dan tidak mengandung bahan haram.
Baca Juga: Cara Mendapatkan Sertifikat Halal
Perbedaan Mekanisme Sertifikasi Halal
Terdapat perbedaan mekanisme pengajuan sertifikasi halal, antara mekanisme sertifikasi halal reguler dan self declare. Perbedaan tersebut terletak pada proses, biaya, dan kriteria yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Rinciannya adalah sebagai berikut :
- Proses Sertifikasi
Perbedaan mekanismenya adalah sebagai berikut:
- Mekanisme Reguler adalah sertifikasi halal reguler melibatkan pengujian kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Proses ini mencakup audit lokasi dan pemeriksaan produk secara menyeluruh sebelum penetapan fatwa halal oleh MUI
- Mekanisme Self Declare: Skema self declare tidak memerlukan pengujian oleh LPH. Kehalalan produk didasarkan pada pernyataan pelaku usaha yang kemudian diverifikasi oleh pendamping dari organisasi kemasyarakatan Islam atau lembaga keagamaan. .
- Biaya Sertifikasi
- Biaya sertifikasi Reguler: membutuhkan sekitar Rp 650.000, yang mencakup biaya pendaftaran dan pemeriksaan kehalalan produk.
- Biaya sertifikasi Self Declare: Proses self declare tidak dikenakan biaya langsung kepada pelaku usaha, karena dibiayai melalui program pemerintah. Namun, ada biaya administrasi yang ditanggung pemerintah sekitar Rp 300.000 untuk setiap permohonan.
- Kriteria Pelaku Usaha
Untuk Reguler dapat digunakan oleh semua skala usaha, termasuk usaha besar dan menengah, tanpa batasan omzet.
Sedangkan Self Declare, hanya berlaku untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dengan omzet maksimal Rp 500 juta per tahun. Produk yang diajukan juga harus memiliki risiko rendah dan proses produksi yang sederhana.
- Waktu Proses
Proses sertifikasi reguler memakan waktu lebih lama karena melibatkan berbagai tahapan verifikasi dan pengujian.
Sedangkan Self Declare, prosesnya lebih cepat, dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 12 hingga 21 hari kerja setelah pengajuan.